Senin, 04 Februari 2013

Kawasan Ziarah Sendangsono Akan Ditata

[KULON PROGO] Kawasan peziarahan umat Katolik Sendangsono di Kecamatan Kalibawang, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan tata ulang untuk meningkatkan daya tarik peziarah dan turis dari luar negeri.

Penataan diawali dengan peletakan bantu pertama renovasi oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, penanaman pohon Kalpataru oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan penebaran benih ikan oleh Wakil Bupati Kulon Progo Sutedjo, dalam perayaan 108 tahun pembabtisan umat Katolik di Sendangsono, Kalibawang, Minggu (16/12).

Penataan akan dilakukan secara bertahap sesaui dengan ketersediaan anggaran yang terkumpul dari donatur dan dermawan.

Purnomo Yusgiantoro mengatakan panitia penataan Sendangsono memulai program itu melalui suatu tahapan survei.

Survei dilakukan oleh tim geologi untuk mengetahui ketersediaan sumber air di sekitar Sendangsono.

Rencananya, di tempat ziarah itu akan dibangun tempat padusan, untuk menyucikan diri umat Katolik, sebelum melakukan persembahyangan.

"Berdasarkan hasil survei tim geologi ada sumber mata air di Sendangsono. Maka dengan survei itu, kami berencana menata kembali, supaya Sendangsono tidak hanya sebagai tempat ziarah umat Katolik tetapi juga menjadi daya tarik turis untuk berkunjung. Rencananya, penataan akan dimulai dari Gereja Promasan," katanya.

Purnomo mengaku, dirinya bersama Sri Sultan HB X, Uskup Agung Semarang Mgr Pujo Sumarta, dan Jacob Utama menjadi dewan pembinan. Pihaknya berharap, Sendangsono membawa berkah untuk umat Katolik dan warga sekitar.

"Kami berharap, dengan ditata dan diperbaikinya Sendangsono dapat memberikan manfaat bagi umat Katholik yang ingin datang ke Sendangsono," katanya.

Penataan Sendangsono, katanya, akan meniru suatu tempat ziarah di Prancis, dimana peziarah yang datang dapat berdoa sekaligus menikmati air suci.

Begitu juga, katanya, Sendangsono akan dikembangkan seperti tempat ziarah tersebut. Anggaran penataan Sendangsono murni dari donatur dan dermawan, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau pemerintah daerah.

"Kami akan menggunakan gaya arsitektur Romo YB Mangunwijaya. Karena dulu, Sedangsono juga ditata oleh Romo Mangun," kata dia.

Dia mengatakan, berdasarkan diskusi dengan Sri Sultan HB X, di kawasan Sendangsono akan dikembangkan "homestay" untuk peziarah yang ingin menikmati suasana yang hening.

"Warga perkotaan dari Jawa Tengah, Jakarta, dan DI Yogyakarta yang datang ke Sendangsono dapat menikmati suasana yang hening untuk merenung. Selain itu, dapat menginap di "homestay" yang dikelola masyarakat," kata dia.

Wakil Ketua Panitia Peringatan 108 Tahun Pembabtisan Umat Katolik Sendangsono, Saguh Istiyanto, mengatakan penataan kawasan peziarahan itu akan dimulai dengan pembenahan atap Gereja Promosan.

Kondisi atap gereja itu, saat ini sudah lapuk karena termakan usia.

Secara bertahap, katanya, juga akan dilakuukan penataan rute jalan salib yang disebut stasi, atau tempat pemberhentian sebanyak 14 tempat.

Selain itu, renovasi pastoran, tempat pelayanan untuk peziarah dan padusan.

"Anggaran yang dibutuhkan untuk penataan ini sebesar Rp40 miliar," kata dia.


http://www.suarapembaruan.com/home/kawasan-ziarah-sendangsono-akan-ditata/

Gua Maria Mawar di Paroki Hati tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali

 

KOTA susu sapi dan penghasil pepaya Boyolali ternyata juga punya lokasi peziarahan rohani untuk berdevosi kepada Bunda Maria. Sesuai nama pelindung paroki yakni Hati tak Bernoda Santa Perawan Maria, Paroki Boyolali menyimpan harta rohani berupa Gua Maria Mawar yang berlokasi di kawasan Pengging.
Menurut penuturan Romo Herman Pr –kini romo paroki  Hati tak Bernoda Santa Perawan Maria Boyolali—Gua Maria Mawar di Pengging sejak sekian tahun lamanya ini luput dari atensi dan reksa material dari umat. Bahkan, kata Romo Herman, banyak umat katolik di Paroki Boyolali pun tidak tahu-menahu kalau parokinya punya tempat ziarah yang patut dipublikasikan kepada seluruh umat katolik di Indonesia.
“Memang, awalnya sedikit ada masalah soal kepemilikan lahan dimana Gua Maria Mawar itu berlokasi.  Karenanya, sementara waktu potensi rohani ini juga belum dikembangkan secara serius,” kata Romo Herman Pr yang bertugas pastoral di Boyolali sejak tahun 2009.
“Namun soal kepemilikan lahan ini sudah selesai dan masih perlu tahapan berikutnya yakni balik nama dari pemilik lama kepada Gereja Katolik Paroki Boyolali,” kata Romo Herman menjawab pertanyaan umat di sebuah milis katolik.
Pengembangan lebih lanjut
Menurut Romo Herman, memang harus ada langkah nyata untuk pemberdayaan lokasi ziarah ini menjadi sebuah tempat peziarahan yang layak. Dulu, kata dia, setahun dua kali pada bulan Mei dan Oktober selalu ada misa. “Nah, masuk pertengahan tahun 2011 sampai sekarang sudah ada misa setiap pekan keempat dalam bulan,” terangnya.
Sarana dan prasarana? “Masih sangat minim,” kata Romo Herman.
Namun upaya perbaikan sarana umum mulai dikerjakan. Di antaranya membangun paving untuk jalan, pelataran dirapikan, pembangunan pondok sederhana untuk ekaristi, dan pemasangan jaringan listrik.
Pasti akan menyedot banyak biaya, apalagi lokasi Gua Mawar ini ada di sebuah lereng tebing sungai.
Sejak beberapa bulan terakhir ini, semakin banyak peziarah datang mengunjungi Gua Maria Mawar di Pengging, Boyolali. “Masyarakat sekitar juga menerima dengan tangan terbuka,” tutur Romo Herman Pr.
Jalan menuju Gua Mawar memang dibuat sedikit “memutar” dari atas ke bawah guna mengurangi tekanan bernada keberatan dari lingkungan dimana jalur akses awal menuju gua yang semula telah dirancang. “Duc in altum alias bertolaklah ke tempat yang dalam,” tulis Romo Herman atas refleksi Uskup Agung Semarang Mgr. Yohannes Pujasumarta ketika berkesempatan mengunjungi Gua Maria Mawar ini.
Jalan menuju Gua Mawar
Minimnya peta lokasi menyebabkan Gua Maria kurang dikenal oleh umat katolik. Hanya kalau pas kebetulan mata melihat sebuah plang nama kecil di sisi kiri jalan dari arah Kartasura menuju Boyolali, maka Gua Maria ada di posisi kiri jalan.  Bus kecil bisa merayap naik sampai lokasi, namun bus besar tidak bisa menjangkau areal dan harus memakai antarjemput mobil.
Kalau umat merasa kesulitan menemukan lokasinya, Paroki Boyolali bersedia membantu mengantar para peziarah luar kota menemukan lokasinya.
Diskusi mengenai keberadaan Gua Maria Mawar Paroki Boyolali ini mengemuka, ketika Simon Widodo –putra asli Wedi, Klaten yang kemudian tinggal di Jakarta—mengunduh pertanyaan dengan bertanya dimanakah posisi letak Gua Maria Mawar Boyolali. “Bahkan ketika saya tanyakan kepada seorang OMK di Pengging pun, mereka tidak tahu dimana Gua Maria Mawar ini berada,” tulis Simon Widodo.
Bak gayung bersambut, maka pertanyaan ini segera direspon banyak umat di milis Keuskupan Agung Semarang. Intinya, mereka berharap agar informasi mengenai Gua Maria Mawar ini bisa diberikan oleh otoritas Gereja setempat yakni Paroki Boyolali.
Akhirnya, Romo Herman Pr dari Paroki Boyolali pun angkat suara menulis sedikit kilas balik Gua Maria Mawar ini.
Menurut telisik yang dilakukan Simon Widodo, keberadaan Gua Maria Mawar Paroki Boyolali di Keuskupan Agung Semarang ini terukir dalam sejarah, ketika Romo Endro Karjono MSF pada tanggal 26 Juni 1982 meresmikan keberadaan gua ini.
Lokasi Gua Maria Mawar  berada di Kampung Tlangu, Desa Kembang Sari, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali,  Jawa Tengah. Gua Mawari dirintis oleh umat katolik Paroki Boyolali sebagai ungkapan devosi mereka kepada Bunda Maria dan keinginan memiliki tempat doa.
Rute menuju Gua Mawar bisa diambil dari kota Boyolali menuju arah Drajitan, Musuk; belok kanan di pertigaan Sombo dan lalu naik menanjak melewati desa Tlangu sampai pertigaan dan kemudian menuju arah Desa Munggur, lalu belok kanan sampai Munggur. Masih harus jalan kaki sejauh 200 meter menuju lokasi Gua Maria Mawar.
Paroki Hati Tak bernoda Santa Perawan Maria Boyolali berlokasi di  Jl. Merbabu 24, Boyolali, dengan nomor  telepon (0276) 21107.
Kontakdengan OMK  Stasi Musuk d/a Kembangsari 06/II, Musuk,  attn. Sdr. Teguh Tri Kuncoro dengan email collo@plasa.com atau sulisrose@plasa.com